Langsung ke konten utama

Perbedaan Darah Haid, Nifas, dan Istihadhah (Darah yang Keluar Karena Sakit)

Pertanyaan: Apa perbedaan antara darah haid, istihadhah, dan darah nifas?
Jawab: Tiga macam darah yang ditanyakan keluar dari satu jalan. Namun namanya berbeda, begitu pula hukum-hukumnya, karena perbedaan sebab keluarnya.
Adapun darah nifas sebabnya jelas, yaitu darah yang keluar dari seorang wanita karena melahirkan. Darah nifas ini merupakan sisa darah yang tertahan di dalam rahim sewaktu hamil. Bila seorang wanita telah melahirkan kandungannya, darah itu pun keluar sedikit demi sedikit. Bisa jadi waktu keluarnya lama/panjang, dan terkadang singkat. Tidak ada batasan minimal waktu nifas ini. Adapun waktu maksimalnya menurut mazhab Hambali adalah 40 hari, dan bila lebih dari 40 hari darah masih keluar sementara tidak bertepatan dengan kebiasaan datangnya waktu haid maka darah tersebut adalah darah istihadhah. Namun menurut pendapat yang shahih, tidak ada pula batasan waktu maksimal dari nifas ini.

Darah yang keluar bukan karena sebab melahirkan adalah darah haid sebagai suatu ketetapan dan sunnatullah atas seorang wanita. Di mana bila si wanita sudah dapat hamil dan melahirkan maka secara umum akan datang kepadanya haid di waktu-waktu tertentu, sesuai dengan keadaan dan kebiasaan si wanita. Bila seorang wanita hamil umumnya ia tidak mengalami haid, karena janin yang dikandungnya beroleh sari-sari makanan dengan darah yang tertahan tersebut.
Keluarnya darah haid menunjukkan sehat dan normalnya si wanita. Sebaliknya tidak keluarnya darah haid menunjukkan ketidaksehatan dan ketidaknormalan seorang wanita. Makna ini disepakati oleh ahli ilmi syar’i dan ilmu kedokteran, bahkan dimaklumi oleh pengetahuan dan kebiasaan manusia. Pengalaman mereka menunjukkan akan hal tersebut. Karena itulah ketika memberikan definisi haid, ulama berkata bahwa haid adalah darah alami yang keluar dari seorang wanita pada waktu-waktu yang dimaklumi.
Menurut pendapat yang shahih, tidak ada batasan umur minimal seorang wanita mendapatkan haid. Begitu pula batasan waktu minimal lamanya haid, sebagaimana tidak ada batasan maksimalnya. Tidak ada pula batasan minimal masa suci di antara dua haid. Bahkan yang disebut haid adalah adanya darah, dan yang disebut suci adalah tidak adanya darah. Walaupun waktunya bertambah atau berkurang, mundur ataupun maju, berdasarkan zahir nash-nash syar’i yang ada, dan zahir dari amalan kaum muslimin. Juga karena tidak melapangkan bagi wanita untuk mengamalkan selain pendapat ini.
Adapun istihadhah adalah darah yang keluar dari seorang wanita di luar kebiasaan dan kewajaran, karena sakit atau semisalnya.
Bila seorang wanita terus menerus keluar darah dari kemaluannya, tanpa berhenti, maka untuk mengetahui apakah darah tersebut darah haid ataukah darah istihadhah bisa dengan tiga cara berikut ini secara berurutan.
(1) Apabila sebelum mengalami hal tersebut ia memiliki kebiasaan (‘adah) haid maka ia kembali pada kebiasaannya (‘adah-nya). Ia teranggap haid di waktu-waktu ‘adah tersebut, adapun selebihnya berarti istihadhah. Selesai masa ‘adah-nya ia mandi dan boleh melakukan ibadah puasa dan shalat (walau darahnya terus keluar karena wanita istihadhah pada umumnya sama hukumnya dengan wanita yang suci, pent.).
(2) Bila ternyata si wanita tidak memiliki ‘adah dan darahnya bisa dibedakan, di sebagian waktu darahnya pekat/kental dan di waktu lain tipis/encer, atau di sebagian waktu darahnya berwarna hitam, di waktu lain merah, atau di sebagian waktu darahnya berbau busuk/tidak sedap dan di waktu lain tidak busuk, maka darah yang pekat/kental, berwarna hitam, dan berbau busuk itu adalah darah haid. Yang selainnya adalah darah istihadhah.
(3) Apabila si wanita tidak memiliki ‘adah dan tidak dapat membedakan darah yang keluar dari kemaluannya, maka di setiap bulannya (di masa-masa keluarnya darah) ia berhaid selama enam atau tujuh hari karena adanya hadits-hadits yang tsabit dalam hal ini. Kemudian ia mandi setelah selesai enam atau tujuh hari tersebut walaupun darahnya masih terus keluar. Sedapat mungkin ia menyumpal tempat keluarnya darah (bila darah terus mengalir) dan berwudhu setiap kali ingin menunaikan shalat.”
           
(Fatwa Syaikh Abdurrahman As-Sa’di sebagaimana dimuat dalam Al-Irsyad ila Ma’rifatil Ahkam, hal. 23-26 sebagaimana dinukil dalam Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, hal. 263-265)
            Wallahu a’lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tidak Sebaik Musa, Tidak Sejahat Fir'aun

“ Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut, Dia mencintai kelembutan dalam segala urusan ” - HR. Bukhari - Sejenak, mari kita kembali ke zaman dahulu kala, kembali pada lembaran sejarah dunia yang dinodai oleh kekafiran seorang Fir’aun. Ya, diktator nomor 1 sepanjang sejarah manusia ini merupakan penguasa sebuah peradaban yang paling maju di dunia saat itu. Harta, tahta, dan dunia seakan keseluruhan adalah miliknya. Tapi memang dasar Fir’aun, ia yang tidak akan pernah merasa puas, Ia yang tak merasa cukup menjadi manusia saja, ia ingin menjadi lebih daripada itu, ia memiliki obsesi untuk melampaui batas-batas kemanusiaan. Ya, ia ingin menjadi TUHAN. “ Kemudian (Fir’aun) berkata, “Akulah tuhanmu yang paling tinggi ”” ( QS. An Naazi’at: 24 ) Dan dengan segala kekuasaan yang ia miliki, ia daulat dirinya sendiri sebagai Rabb semesta alam. Tangan besi Fir’aun yang telah merampas kehormatan ribuan atau mungkin jutaan manusia telah memaksa mereka untuk tunduk patuh secara mutlak kepada titahnya. E...

Kupas Tuntas: Adakah Bid'ah Hasanah?

“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya” - HR. Ad Darimi , atsar Abdullah bin Mas’ud- Oleh: Ustadz Syariful Mahya Lubis, Lc.* Sejumlah jawaban direkayasa, sejumlah dalilpun dipaksakan, demi melegalkan bid’ah, dan demi memberanikan orang melakukannya. Pertanyaan tersebut terkait langsung dengan Islam, yang oleh karenanya membutuhkan jawaban yang merujuk kepada Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber kebenaran dalam Islam, jawaban-jawaban yang hanya bersifat logika, tidak akan dapat menguak kebenaran dalam permasalahan Islam. Sebab selogis apapun sebuah jawaban tetap saja ia spekulasi relatif, yang sudah pasti dapat dipatahkan dengan hal yang sama, lebih-lebih apabila jawaban-jawaban logis tadi kontaradiktif dengan dalil-dalil yang syar’i. Definisi Nabi ï·º bersabda, “ Siapapun yang melakukan amal yang tidak kami perintahkan , maka amal tersebut tertolak (tidak diterima)” ( HR. Bukhari dan Muslim , dari ‘Aisyah) . Beliau juga bersabda, “ Setiap (ibadah) y...

The Cece & Juan Vignettes: Ch 6

Hey, loves! We're back again for another episode of The Cece & Juan Chronicles. If you're new here, you can catch up with the other chapters here: CHAPTER ONE CHAPTER TWO CHAPTER THREE CHAPTER FOUR CHAPTER FIVE * Chapter 6 - Changes Juan POV 14 years old ... "How? How , Miguel?" Juan shook his head at the table, his younger sisters too busy with the tablet they were currently sharing to watch their favorite YouTubers more important than their mother's fake breakdown. Then again, maybe that was why they didn't care--because they knew it was just their ma acting her usual way again. "Steph--" "How do I have a fourteen-year-old , Miguel? He was just five !" His mother had been doing this and going on since he first woke up that morning. Since his birthday fell right in the middle of the week this year, he hadn't cared too much about the actual day he turned fourteen. He was more excited for the coming weekend when his parents planned a...