Langsung ke konten utama

Berharap dalam Pandangan Ibnul Qayyim al-Jauziyah


Kuobati jiwa jiwa dengan menaruh harapan, alangkah sempitnya hidup jika bukan karena harapan yang luas.
(Syair)
Sudah sewajarnya bila kita, manusia, memiliki yang namanya harapan atau impian. Sudah sepantasnya kita mulai membangun harapan itu sendiri. Memang, dalam hidup kita memiliki target dan gambaran kedepan. Kita perlu merencanakan hidup, dan mulailah kita membuat rencana dengan menaburkan benih-benih harapan dalam diri kita.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah (1292-1350), salah seorang ahli fiqh dan ulama ahlus sunnah yang terkemuka kelahiran Damaskus, sempat menggambarkan tentang harapan dalam salah satu kitabnya yang berjudul ad-Da’ wa ad-Dawa’.
Dalam kitabnya itu, Ibnu Qayyim rahimahullah menjelaskan tentang manusia dan harapan. Setidaknya, ada 3 indikasi manusia dalam berharap:
Yang pertama, seseorang itu benar-benar mencintai apa yang diharapkannya. Jika kita berharap, maka sudah seharusnya kita mencintai apa yang kita harapkan. Agar kita senantiasa terpacu dalam mewujudkan harapan.
Banyak orang di zaman sekarang yang berharap, tapi ternyata harapannya itu hanyalah harapan kosong atau hanya angan-angan belaka. Mereka tidak begitu mencintai apa yang diharapkannya. Sehingga hati dan dirinya tidak begitu terpacu dengan harapan yang telah ditanamkan di dalam hatinya. Dan apabila kita mencintai apa yang kita harapkan, maka hati kita akan semakin terus berharap agar harapan itu bisa terwujud.
Yang kedua, seseorang itu takut dan cemas apabila kejadiannya lain dari apa yang dia harapkan. Tentu sebagai seorang manusia yang berharap, kita tidak mau bila apa yang telah kita harapkan ternyata tidak terjadi.
Entah sudah berapa banyak orang yang telah putus asa dan berhenti mengejar seluruh impian mereka karena apa yang mereka harapkan ternyata lain dengan kenyataan. Dalam hal ini, sebagai seorang yang mengaku muslim yang taat, maka sudah seharusnya kita tidak berputus asa. Bahkan bila kita mengaku beriman, maka seharusnya kita berprasangka baik kepada Allah.
Gantilah pola pikir berprasangka buruk kepada Allah dengan berprasangka baik kepada Allah. Karena tidak jarang manusia yang lari dari takdirnya. Banyak kasus ketika harapan seseorang tidak terwujud, dia pun langsung down, tidak bangkit lagi, atau sikap negatif lainnya yang terkesan tidak menerima apa yang ditakdirkan Allah. Maka dari itu, ubahlah pola pikir anda dengan husnuzan, berprasangka baik kepada Allah. Karena itulah sifat orang-orang yang beriman. Dalam pikiran orang beriman, ketika harapannya tidak terwujud, maka di dalam pikirannya tidak mengutuk, memaki, atau menghina diri sendiri, orang lain, atau bahkan Tuhannya. Dalam pikiran orang yang beriman adalah:
Dan inilah yang terbaik bagi saya dan masa depan saya
Memang, tidak jarang harapan itu tidak terwujud. Tapi itu bukan berarti bahwa itu buruk. Justru mungkin ketika yang kita harapkan itu ternyata tidak terwujud, itu adalah yang lebih baik bagi kita. Dan dengan itu pula kita diuji, sebagaimana hati kita bisa berlapang dada dengan kehendak Allah subhanahu wa ta’ala.
Yang ketiga, seseorang yang berharap adalah orang yang mengoptimalkan amalan dan perbuatannya demi meraih puncak harapannya.
Bila kita berharap, maka kita perlu yang namanya kerja lebih. Kita butuh mengoptimalkan amalan dan perbuatan kita untuk mewujudkan harapan. Jangan biarkan harapan kita itu hanya menjadi sampah angan-angan belaka. Tetapi wujudkanlah harapan itu dengan perbuatan kita. Karena dalam mewujudkan harapan, kita tentu melewati yang namanya proses tantangan. Dan demi melewatinya, kita perlu yang namanya pengoptimalan kerja kita. Apa maksudnya optimal?
Optimal itu ada dua kriteria. Yang pertama adalah maksimal, dan yang kedua adalah konsisten. Dalam meraih harapan, kita perlu optimal.
Tidak sulit kita menemukan orang-orang yang gagal mengejar harapan mereka, lantaran kurang maksimalnya usaha mereka atau usaha mereka yang tidak konsisten dalam memaksimalkan perbuatan mereka.
Selayaknya seorang pejuang memiliki cita-cita yang memudahkan mengangkat dirinya dan mendapat ilmu yang akan menerangi serta menunjukinya.
                                            (Ibnu Qayyim al-Jauziyah)
            Wallahu a’lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tidak Sebaik Musa, Tidak Sejahat Fir'aun

“ Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut, Dia mencintai kelembutan dalam segala urusan ” - HR. Bukhari - Sejenak, mari kita kembali ke zaman dahulu kala, kembali pada lembaran sejarah dunia yang dinodai oleh kekafiran seorang Fir’aun. Ya, diktator nomor 1 sepanjang sejarah manusia ini merupakan penguasa sebuah peradaban yang paling maju di dunia saat itu. Harta, tahta, dan dunia seakan keseluruhan adalah miliknya. Tapi memang dasar Fir’aun, ia yang tidak akan pernah merasa puas, Ia yang tak merasa cukup menjadi manusia saja, ia ingin menjadi lebih daripada itu, ia memiliki obsesi untuk melampaui batas-batas kemanusiaan. Ya, ia ingin menjadi TUHAN. “ Kemudian (Fir’aun) berkata, “Akulah tuhanmu yang paling tinggi ”” ( QS. An Naazi’at: 24 ) Dan dengan segala kekuasaan yang ia miliki, ia daulat dirinya sendiri sebagai Rabb semesta alam. Tangan besi Fir’aun yang telah merampas kehormatan ribuan atau mungkin jutaan manusia telah memaksa mereka untuk tunduk patuh secara mutlak kepada titahnya. E...

Kupas Tuntas: Adakah Bid'ah Hasanah?

“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya” - HR. Ad Darimi , atsar Abdullah bin Mas’ud- Oleh: Ustadz Syariful Mahya Lubis, Lc.* Sejumlah jawaban direkayasa, sejumlah dalilpun dipaksakan, demi melegalkan bid’ah, dan demi memberanikan orang melakukannya. Pertanyaan tersebut terkait langsung dengan Islam, yang oleh karenanya membutuhkan jawaban yang merujuk kepada Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber kebenaran dalam Islam, jawaban-jawaban yang hanya bersifat logika, tidak akan dapat menguak kebenaran dalam permasalahan Islam. Sebab selogis apapun sebuah jawaban tetap saja ia spekulasi relatif, yang sudah pasti dapat dipatahkan dengan hal yang sama, lebih-lebih apabila jawaban-jawaban logis tadi kontaradiktif dengan dalil-dalil yang syar’i. Definisi Nabi ï·º bersabda, “ Siapapun yang melakukan amal yang tidak kami perintahkan , maka amal tersebut tertolak (tidak diterima)” ( HR. Bukhari dan Muslim , dari ‘Aisyah) . Beliau juga bersabda, “ Setiap (ibadah) y...

The Cece & Juan Vignettes: Ch 6

Hey, loves! We're back again for another episode of The Cece & Juan Chronicles. If you're new here, you can catch up with the other chapters here: CHAPTER ONE CHAPTER TWO CHAPTER THREE CHAPTER FOUR CHAPTER FIVE * Chapter 6 - Changes Juan POV 14 years old ... "How? How , Miguel?" Juan shook his head at the table, his younger sisters too busy with the tablet they were currently sharing to watch their favorite YouTubers more important than their mother's fake breakdown. Then again, maybe that was why they didn't care--because they knew it was just their ma acting her usual way again. "Steph--" "How do I have a fourteen-year-old , Miguel? He was just five !" His mother had been doing this and going on since he first woke up that morning. Since his birthday fell right in the middle of the week this year, he hadn't cared too much about the actual day he turned fourteen. He was more excited for the coming weekend when his parents planned a...